
Satu hari gue ngobrak-abrik lemari buku seorang teman dan nemuin novel lumayan bagus. Judulnya Marriagable,  buah karya Riri Sardjono, 35 tahun, seorang arsitek. Sebenarnya ini  buku lama, diterbitkan oleh Gagas Media pada tahun 2006 dalam segmen  yang baru gue tau, kamar cewek -semacam chicklit dan bersimbol  bantal besar empuk berwarna ungu, cewek banget-, dan masih pada tahun  yang sama sudah mencapai cetakan ketiga. Amazing ya untuk tulisan  pertama, yang tumben, gue kok sama sekali belum pernah denger namanya,  ya? Hehehe. Mungkin ini pengaruh dari kesibukan setingkat menteri  bersama dua anak gue yang lucu-lucu serta karir pegawai negeri yang  lumayan sepi job deskripsinya. 
Buku  ini bertokoh seorang Flory, single, 34 tahun, seorang arsitek, cerdas  tapi rapuh, dan untungnya memiliki empat sahabat gila tapi kocak  setengah mati. Dina si sinis yang seksi, Kika si feminis, Ara yang super  romantis, dan Gerry yang diduga gay. Melihat kombinasi ini gue langsung  inget Bridget Jones, yang dalam mengarungi kehidupan single-nya yang  urakan ditemani tiga sobat setia, Tom yang jelas-jelas adalah gay,  Sharon ‘Shazzer’ yang seksi sekaligus feminis, serta Jude yang romantis  dan punya pacar Richard si bengis yang sangat tidak tertarik untuk  berkomitmen lebih jauh a.k.a menikah. 
Gue  jadi mikir, apa si Riri memang sengaja mencontek kombinasi itu  mentah-mentah, atau memang kehidupan perempuan single mandiri yang smart  dan lucu umumnya punya sahabat gay. Tapi gue  jadi makin percaya, bahwa jika ada tiga-empat sahabat yang tengah nongkrong ha-ha-hi-hi dan salah satunya adalah cowok, definitely he’s a gay.  Hihihi. Gue sendiri belum pernah punya teman seorang gay dan pembahasan  panjang lebar tentang hal yang satu ini tentu saja bukan bermaksud  mendiskreditkan, well gue cuma heran dengan kombinasinya, that’s all. :D 
Kisahnya  sendiri sedikit berbeda dari Bridget Jones, sangat Indonesia asli,  tentang Flory yang meski adalah produk perempuan smart jaman kekinian,  tapi nggak berdaya ketika dijodohkan maminya dengan Vadin, anak dari  teman maminya. Jadi ceritanya berkisar pada pergelutan Flory menemukan  kepercayaannya akan cinta dalam diri seorang Vadin. Lumayan membosankan  sebenarnya karena Riri kurang menjaga kemenarikan sebuah cerita. Hingga  bab penghabisan, yang diobrolkan Flory dan para sahabatnya hanyalah  permasalahan Flory. Flory yang dijodohkan, Flory yang dilamar, Flory  yang masih perawan, Flory yang punya syarat mau dinikahin asal belum mau  melakukan hubungan suami-istri, Flory yang panik ciuman sama Vadin,  Flory yang cemburu berat dengan Nadya, eks pacar Vadin, tapi gengsi  bilang cemburu hingga bertingkah aneh2, Flory yang akhirnya berhubungan  seks dengan suaminya sendiri, dan yang paling membosankan adalah Flory  yang meski digempur dengan berbagai fakta dan nasehat bahkan dari  maminya sendiri, tetap saja nggak bisa percaya bahwa Vadin mencintainya  dan berani mengakui bahwa ia pun mencintai Vadin. Begitu banyak kalimat  dan fakta masuk akal yang mestinya dia berhenti dari kebodohannya, tapi  tetap saja bebal. Cape banget bacanya. Flory dengan berbagai masalah besarnya. 
Padahal  sahabat-sahabatnya punya problem jaaauuuh lebih payah. Dina dengan  suaminya yang nyata-nyata selingkuh, Ara dengan suaminya yang sering  memaki karena tak mengerti bentuk kasih sayang lain, Kika dengan maminya  yang ditinggal si papi bersama perempuan yang lebih pantes jadi  kakaknya, dan Gerry dengan gaya hubungannya yang berbeda. 
Hebatnya  lagi, setelah Flory mendengar berbagai masalah teman-temannya, ia masih  bisa tetap menangisi problem besarnya itu. Ckckckck. Luar biasa.  Egosentris. Sangat tidak level dengan Jones yang jika nongkrong dengan  para sobatnya, masing-masing selalu bercerita tentang masalah dirinya,  sementara yang lain berupaya mendengarkan dan berdebat memberikan  solusi. Bahkan Jones sabar menunggu gilirannya curhat setelah ketiga  temannya selesai! 
Lalu  kira-kira apa ya yang membuat buku ini mencapai cetakan ketiga pada  tahun yang sama? Gue yakin loe akan mengenalinya langsung pada bab  pertama. Ya, Riri Sardjono punya humor yang sangat khas. Bukan gaya  analisa super-lucu-tapi-bener-nya Aditya Mulya dengan Jomblo-nya  (my favorite), tapi gaya celetukan-celetukan sadis-sinis-tapi-bener-nya  pelawak kelas wahid luar negeri semacam Chandler di film seri komedi Friends atau Shrek. 
Black comedy,  komedi hitam yang penuh kesinisan dan ironi. Dan Riri sengaja  menempelkannya dimana-mana. Jadi meski ngerasa cape ‘ngedengerin’ Flory  dengan semua masalah besarnya, gue  sangat terhibur. Dan  karena ini buku hasil minjem dan akan dikembalikan, gue nggak bisa  menahan godaan untuk ‘menggoreskan oleh-oleh’ alias mengutip banyak  diantaranya di sini, sekedar supaya gue nggak lupa dan membaginya dengan  kalian semua. Silakan disimak ya, dijamin efeknya bikin mumet lo ilang  deeeh hahahaha…… 
Adegan 1 : Saat Flory tahu maminya menjodohkannya, dengan geram ia mempermasalahkan.
“Kenapa sih gue jadi nggak normal cuma gara-gara gue belom kawin?!” 
“Karena elo punya kantong rahim, darling,” jawab Dina kalem. “Kantong rahim sama kayak susu Ultra. Mereka punya expired date.”
“Yeah,” sahut Flory sinis. “Sementara sperma kayak wine. Masih berlaku untuk jangka waktu yang lama.” 
Hahaha………………………, bener juga!
Adegan  2 : Saat mereka berempat nongkrong dan Gerry tiba-tiba dipanggil  seorang lelaki yang lumayan kiyut dan langsung disambut Gerry dengan  gembira.
            “No wonder kita semakin kesulitan mencari lelaki,” kata Kika acuh.
            “Tapi  kenapa mereka harus kelihatan menarik?” desah Dina kecewa. “Apa para  lelaki cuma dikasih dua pilihan sama Tuhan? Menarik dan gay, atau  membosankan dan normal.” 
Bwaahahaha……………………………
Adegan  3 : Adegan berikutnya masih lebih lucu setelah tahu bahwa si lelaki  kiyut itu, Aldo, ternyata adalah psikolognya si Gerry.
            “Elo punya psikolog?” ejek Kika tergelak.
            “Apa  elo nggak tau, punya psikolog itu trend di kalangan masyarakat kelas  atas?” sahut Gerry balas mengejek. “Bahkan Aldo sendiri punya psikolog.”
            “Darling, elo percaya sama psikolog yang punya psikolog?” tanya Dina. (Hahaha!)  “Tapi yah paling nggak hidup lo jauh lebih beruntung daripada Flory,  Ge. Flory harus dicarikan lelaki sama ibunya sementara elo bisa nyari  lelaki sendiri.” 
Huwahahaha……………………………..
Adegan 4 : Satu hari mereka berempat nongkrong dan tak sengaja topik apa-pekerjaan-Vadin mencuat. 
            “Ngomong-ngomong Vadin kerja apaan?” tanya Ara.
            Flory menatap panik. “Kenapa panik gitu?” tanya Kika sebal.
            “Guru Biologi?” tanya Dina cekikikan.
            “Instruktur senam hamil!” pekik Gerry girang.
            Flory mendesah putus asa. “Gue nggak tahu kerjaan dia apa.”
            “….”
            Bum! Hening dan semua mata membelalak terkejut menatap Flory.
            “Elo  pengen kawin sama orang yang elo sendiri nggak tau kerjaannya apa?”  pekik Kika. “Ternyata elo lebih sinting dari yang gue kira!”
            “Jangan terlalu dipikirin, honey,” kata Gerry sambil memandang Flory kagum. “Elo pasti bisa bertahan cukup lama kawin sama dia.”
            “Kenapa?”
            “Karena elo punya bahan obrolan yang banyak!” (Hahahaha………)
            “Yang  penting, elo harus tau tiga jenis profesi yang masuk daftar cekal buat  calon suami,” nasehat Dina serius. “Politisi, pengacara dan dokter  kandungan.”
            “Dokter  kandungan?” tanya Ara terkejut. “Apa salahnya? Mereka kaya! Bayangin,  manusia nggak pernah berhenti berproduksi. Itu sumber uang abadi selain  kondom.”
            “Mungkin elo benar, Cinderella,” sahut Kika acuh. “Tapi masalahnya adalah … dia lebih ngerti vagina daripada elo.”  (Hahaha……..)
            “Ngomong-ngomong soal vagina, profesi seksolog juga masuk daftar cekal calon suami,” ujar Dina menimpali Kika.
            “Karena mereka tahu banyak tentang jurus bercinta?” gerutu Ara sebal.
            “Karena mereka tahu terlalu banyak, honey,” sahut Dina kalem. “Saking banyaknya sampai-sampai kita nggak bisa pura-pura orgasme.” (Hahahaha…….)
            “Jadi gue mesti kawin sama siapa?” tanya Flory bingung.
            “Arkeolog,” jawab Dina mantap.
            “Kenapa?” tanya Ara penasaran.
            “Karena semakin kita tambah tua dia pasti semakin tertarik.” 
            “Emangnya gue fosil!” 
Wkwkwkwkwkwkw……….!
Adegan 5 : Setelah Flory tahu bahwa pekerjaan Vadin adalah pengacara.
            “Vadin pengacara. Apa penjelasannya untuk itu?” desah Flory putus asa.
            “Objection,” jawab Dina mantap.
            “Maksud lo?”
            Kika  menatap Flory dengan iba. “Nanti, setelah elo lagi terlentang dalam  kondisi telanjang di atas tempat tidur, elo akan dengar dia teriak …..”
            “Objection!” timpal Dina dengan gaya dibuat-buat. “Congratulation, darling. Elo mendapat calon suami yang terlatih mendebat dan memprotes bahkan dalam kondisi paling bergairah sekalipun.” (Wuakakak……..)
            “Bukannya semua laki-laki emang gemar berdebat dan protes?” tanya Ara keberatan.
            “Yup. Tapi untuk profesi yang satu ini, mereka bahkan memasukkannya dalam kurikulum pelajaran resmi.” 
*Guling-guling sakit perut*
tau cara download ebooknya ga?
ReplyDelete