Friday, December 2, 2011

You Know You're a Jam-Head

Jam-Head named Bubba, he's doing a kemo

Satu saat saya lagi bosan bekerja (hehehehe) dan iseng surfing sana-sini, saya nemuin artikel satu ini di pjvault.com. Maybe kalian, truly jammers, pernah membacanya. Artikel ini memuat daftar kegilaan para Jam-Head, didata dari berbagai testimoni mulai tahun 1995 sampai Mei 2009 lalu, sebagai upaya untuk menunjukkan sejauh mana sih PJ fanatics bisa mengekspresikan kegelisahannya. Hihihi. Manusia kalo udah gelisah emang mesti dilampiaskan, bahaya soalnya. Hehehe.

Ekspresi yang sudah pasti biasanya adalah nama email atau bikin password sesuai nama Pearl Jam atau nama anggota band. Di luar yang biasa pastinya juga banyak yang lucu. Misalnya si Pegasus. Ringtone HP-nya adalah selalu lagu Pearl Jam dan kerap membiarkan panggilan telepon hanya karena ia ingin mendengarkan lagunya sampai habis. Hahaha. 

Steve, membuat playlist PJ yang berbeda setiap harinya sebagai bahan nyanyian saat mandi. Hahaha. 

Leena, membeli kursi terbaik untuk konser Bridge School via kartu kredit bosnya. Bagooos. 

Clint, menyiapkan berbagai argumen atas comeback-nya PJ dalam menghadapi Jam-Hate dan punya 12 versi lagu Alive dalam iTunes-nya. Hihihi. 

Sementara Frank, ia punya tatto ‘Stickman’ di lengannya dan sudah mempersiapkan sejuta alasan yang penuh makna, jika saja ada anak band lain iseng bertanya “Why the fuck did you get that?”. Jiaaaahahaha. 

Sedangkan Doc, ia selalu menggunakan kata ‘even flow’ daripada ‘even though’ di setiap pembicaraan. Hahaha. 

Dan George, memaksa diri memakan alpukat dan mencoba menikmatinya, ‘even flow’ benar-benar membenci alpukat sebelumnya. Hahaha. 

Holly, memastikan anak lelakinya minimal punya satu kaos PJ untuk segala situasi. Hahaha. Gimana koleksi kaos si Holly-nya ya? 

Terakhir adalah Angie. Dia punya rutinitas nonton 8 kali film Singles setiap tahunnya, dan selalu mem-pause setiap adegan yang ada PJ-nya, sekedar untuk menatap Gossard!!! Huwahahaha.

Ada yang aneh nggak? So pasti. Bean, dia berkeliling kota se-Amerika dan mengumpulkan setiap pengumuman ‘lost dogs’ yang ia temui. Dan Laura, membeli 6 buah alpukat hanya untuk berkreasi seni dengannya. Ckckck. Se-crazy apapun kayaknya saya nggak bakalan seaneh itu deh. Hahaha.

Ada juga yang romantis. Gwen, berdua dengan suaminya sepakat mengikuti tur konser PJ start from Philadelphia hingga ke ujung benua Australia, sebagai honeymoon. What a Jamming Honeymoon! Xixixi.

Ada lagi yang hebat. Hans, ia berjuang keras mengusulkan Pearl Jam sebagai topik esai di salah satu mata kuliahnya, dan berhasil! Juga Megan, dengan sabar ia mendownload semua informasi tentang Pearl Jam, setiap artis yang pernah terlibat kerjasama dengan Pearl Jam, setiap artis yang pernah tur bareng Pearl Jam, dan semua artis yang punya pengaruh terhadap Pearl Jam. Fiuuuh!!!

Yang sangat menggugah adalah Dave. Ia punya 3 account bank, untuk kredit, tabungan, dan terakhir khusus untuk mengikuti konser-konser PJ. Wow! Pemikiran yang sangat praktis dan penuh solusi. Meski harapan saya never stop, tapi selalu berpikir akan kemungkinan terburuk. Bagaimana seandainya PJ tidak akan pernah hadir di sini? Tragis. But that’s life, bro. Tak ada salahnya kalau kita bersiap-siap dan mengalah, no? Kita yang datang mengunjungi singgasananya, layaknya orang naik haji, maka sempurnalah iman kita. Bukan berarti semua yang sudah haji itu sudah sempurna imannya lho, tapi seharusnya itu adalah wujud nyata jika kita benar-benar mengimani sesuatu, kan?

Well, yang pasti, membaca berbagai testimoni ini membuat saya merinding. Dan bukannya pamer-pameran mana yang lebih gila dan seru yang muncul di relung Jammers tersebut, malah semangat sebagai Jammers-nya yang terasa kian berenergi. Membaca artikel ini juga membuat saya dengan nikmat menerawang sejumlah ekspresi kegelisahan di masa lalu. Setidaknya dua diantaranya. Hehehe.

Pertama adalah artikel pendek Whom To Marry/Not To Marry-nya Eddie di buku cover album PJ yang ketiga, Vitalogy. Remember? Nah, artikel pendek itulah yang saya jadikan satu-satunya pedoman dalam mencari si Pangeran. Serius. Saya kutip di sini ya untuk lengkapnya. 

Eddie bilang salah satu penyebab utama ketidakbahagiaan dan penderitaan di dunia adalah masih adanya anggapan bahwa dua orang yang saling tertarik fisik, yang sering disalahartikan sebagai cinta, harus menikah. 

Ia juga bilang bahwa dua orang yang punya temperamen dan pribadi kompleks yang sama, tidak boleh menikah. Dua orang yang sama-sama tinggi langsing atau pendek gemuk, juga tidak boleh menikah. Dua orang yang sama penggugup dan kikuknya juga tidak boleh menikah. 

Seorang pria tidak seharusnya menikahi wanita yang sifatnya hanya mencari kesalahan. Atau wanita yang tujuan hidupnya hanyalah baju, yang hinggap kesana kemari ke berbagai toko, seperti kupu-kupu mengitari bunga-bunga yang indah. Memilih baju yang mewah dan elegan memang sifat alami wanita, tapi jika hal tersebut sudah menguasai pikiran wanita, jiwanya akan tumpul, pikirannya seterusnya akan gagal berkembang, dan wanita seperti itu tentunya bukanlah partner yang baik bagi pria yang berpikir. 

Sementara wanita seharusnya tidak menikahi lelaki yang sifat alamiahnya sombong dan kejam, juga mau menang sendiri. Atau lelaki pemabuk, pemakai narkoba, atau yang suka menghabiskan uangnya dalam spekulasi judi atau apapun, atau yang suka segala yang berbau instan karena mereka tak punya daya juang. 

Dan hal terpenting dari semuanya adalah berjuang untuk tetap hidup dan tetap dalam kondisi tubuh yang fit, supaya bisa menikmati hidup.

Yeah, meski akhirnya si Eddie sendiri bercerai dengan Beth karena berselingkuh dan kini menikahi seorang mantan model, setidaknya saat itu, artikel ini benar-benar mempengaruhi saya. Bahwa saya tidak akan memilih cowok berdasarkan fisik (sadar diri, tentunya ;D), atau yang bertemparamen tidak sabaran atau berpribadi kompleks seperti yang saya punya, sebagai target untuk didekati. Atau cowok yang sependek dan segemuk saya ;D, atau cowok yang sombong dan mau menang sendiri, pemabuk apalagi pemakai narkoba, dan suka judi. Saya kesulitan untuk hal yang terakhir: hindari cowok yang suka segala yang berbau instan. Karena saya sendiri sedikit suka yang berbau instan, karena apalah daya, kami hanyalah generasi semi-instan, bukannya generasi jaman dulu yang penuh daya juang, dan untungnya bukan generasi jaman sekarang yang sangaaaaat suka segala yang instan. Halah, pantesan aja saya susah dapat pacar, dulu. Hahaha.

Kedua kira-kira tujuh tahun lalu, sekitar tahun 2003 bulan Pebruari, Pearl Jam mengadakan tur konser di lima kota besar Australia, yaitu Brisbane, Sydney, Melbourne, Adelaide dan terakhir, Perth. Saat itu saya sudah bekerja dan kebetulan lumayan punya cukup banyak tabungan. Jadi saya benar-benar excited untuk menonton konser mereka. Betapa pede-nya! Apalagi saya merencanakan sebuah perjalanan yang mungkin hemat, tapi juga penuh petualangan. Hehehe. 

Tujuan saya saat itu adalah kota pertama, Brisbane, karena yang terdekat dengan Indonesia. Saya sudah menjadwalkan perjalanan via kapal laut selama lima hari Jakarta-Surabaya-Makassar-Ternate-Sorong dengan tiket kelas ekonomi. Lalu dari Pelabuhan Sorong menuju Pelabuhan Mimika menggunakan kapal feri selama 2-3 hari. Dan dari Mimika, kabarnya ada kapal feri menuju Pelabuhan Cairns, Australia, juga ada pesawat misionaris menuju Darwin. Saya sendiri memilih Pelabuhan Cairns, karena itu kota pantai di tepi barat Australia, lalu tinggal menyusuri enam kota pantai ke arah barat dayanya, dan hopla! Disitulah Brisbane berada. 

Perjalanan yang sangat menantang, sangat direkomendasikan dan pastinya butuh partner. Jadilah saya membajak seorang teman, Lilia Ganjar, seorang Reborn 4 Papua, yang menjejakkan semua mimpinya hanya untuk Papua. Tentu saja ia sangat tertarik. Kami pun mulai survei biaya, informasi segala macam, dan planning sedetil mungkin. Saya dengan mata berbinar-binar membicarakan ini itu, sementara Lilia dengan setia mendengarkan, mengangguk-angguk, menilai-nilai. Sepertinya dia malah kelihatan takjub kok bisa ya Meli se-tidak-realistis ini. Hahaha. 

Semua hampir fixed saat kenyataan dengan mudahnya membuyarkan semua. Saya diterima sebagai pegawai negeri di Samarinda, Kalimantan Timur, untuk kemudian harus melapor dan langsung mengikuti pembekalannya di awal Pebruari, bertepatan dengan jadwal konser Pearl Jam di Brisbane, 8 Pebruari 2003. Definitely ironic. Dan kalau diingat-ingat, semangat menggebu-gebu seperti itulah yang membuat saya merinding dan jadi ngerasa Jammers banget. Hihihi.

Sekarang ini, setelah saya menemukan kembali kandang yang lama hilang, tentu saja ternyata ekspresi kegelisahan itu masih ada. Karena tak banyak hiburan di kota kecil, saya terkadang menerima ajakan karaoke suami dan teman-teman. Di Happy Puppy, Nav atau Inul Vista, lumayan ada lagu-lagu Pearl Jam. Satu album Ten dan sejumlah singles seperti Last Kiss, Yellow Ledbetter, serta satu Given To Fly. 

Meski saya dulunya penyiar radio kampus (siaran khusus dua jam tiap minggu: Alternative Jungle, masa-masa yang sangat memuaskan, bisa berkesempatan memprovokasi banyak orang dengan lagu-lagu Stone Temple Pilots, Nirvana, Soul Asylum, Soundgarden, Guns ‘N Roses, dan tentu saja si pemain utama, Pearl Jam! ;D), dalam hal memegang mike, saya adalah pribadi pemalu dan pasif, kecuali saat siaran karena nggak ada yang mengharap saya nyanyi tentunya, selain studio tentunya bukanlah panggung. Bisa dianggap saya juga buta nada dan buta lagu-lagu yang hits, terutama lagu Indonesia. 

Tapi fakta berbicara lain jika itu lagunya Pearl Jam. Tak peduli betapa bosannya suami dan teman-teman, Pearl Jam tak pernah ketinggalan. Hahaha. Dan betapa herannya mereka melihat saya ‘jingkrak-jingkrak’ setiap membawakannya, dengan nada yang pas. Hihihi. Pearl Jam certainly makes out what deeply hiding inside you, huh?

No comments:

Post a Comment