Friday, December 2, 2011

I am SAM

 

 Satu Minggu sore yang adem sebenarnya sangat cocok untuk ngeberesin taman kecil di depan rumah. Tapi saya udah keburu ambil remote tipi, sekedar ngecheck ada acara bagus nggak sih sore2 gini. Koran lokal entah kenapa nggak ada fungsinya buat orang2 kayak saya yang nggak pernah apal acara tipi, ditambah udah jarang banget kebagian kompas minggu, huh. Stop di HBO, eeh ada Sean Penn. Film apaan nih. Look familiar tapi lupa apa judulnya. Saya ikutin dan ikutin sampe tau2 terisak2 sendiri. Sialan, ini film sedih banget sih *saya gitu loh, jarang bisa mewek :))* Hehehe yang pasti ini bukan romance yah, ih jijay banget dah kalo nangis cuman gara2 itu hahahaha, yang pasti ini film bagus, titik, dan worth it banget buat dibikin resensinya.

Film ini ternyata judulnya I am Sam. Itu juga saya taunya pas ending. Banyak faktor yang bikin film ini menarik. Dakota Fanning yang imut dan lucu juga pinter. Sean Penn yang aktingnya gilak top abis. Terus tau2 pas di top konflik, muncul soundtrack yang dinyanyiin sama Eddie Vedder *yup, meski jauh di mata, saya nggak akan pernah lupa sama bisikannya, suaranya huwahahahaha*. Sebenernya itu lagunya Beatles *semua soundtrack emang aslinya all Beatles tapi dinyanyiin various artist* judulnya Hide Your Love Away.

Tapi the main factor kenapa film ini bagus tentu saja adalah jalan ceritanya. Ia berkisah tentang perjuangan seorang Ayah (Sean Penn) yang punya kecerdasan di bawah rata2, hanya 75, merebut kembali putri kecilnya (Dakota Fanning) yang diambil oleh negara, karena mereka menganggap si Ayah dengan kecerdasan di bawah anak usia 7 tahun tidak memiliki kemampuan untuk mengasuh anak. Begitu sombongnya ya Amerika. Sampe ke warga negaranya aja nggak ada komprominya sama sekali. Itulah negara hukum, benci banget sebenernya sama istilah itu. Hukum mestinya terasa adil, membuat nyaman rakyat yang ada di dalamnya, bukannya terasa mengancam dan menyakitkan.

Anyway, meski sempat mengalami kemenangan2 kecil pada saat mengajukan saksi dan sebagainya, pada saat penentuan, si jaksa dengan licik mempertanyakan “Menurut anda, dari lubuk hati yang terdalam, apakah yang terbaik bagi Sam? Orangtua yang lebih baik diukur dari kemampuan mental maupun uang ataukah anda yang bahkan tidak bisa membantunya PR Matematika dan membelikannya meja belajar?” Tentu saja si Ayah meski dengan keterbatasannya masih bisa mengerti mana yang lebih baik jika diukur hanya dari hal-hal seperti itu. Ia pun menyerah.

Adegan perpisahannya itulah yang ngebuat mata tau2 berkaca2. Sialan hehehe. Soundtracknya cuman akustik gitu. Terus besoknya pas Ayahnya pengen jenguk, eeh ngeliat dari jauh kalo keliatannya si anak bahagia2 aja sama orangtua angkatnya, dia jadi berkecil hati dan pulang. Soundtrack di adegan ini ya Hide Your Love Away-nya Eddie Vedder lah. Suaranya pas banget dah menggambarkan suasana hati si Ayah, kedengaran murung, sedih, dan penuh tekad untuk menyembunyikan cintanya yang besar demi kebaikan anaknya, meski perasaan tekad itu akhirnya membunuhnya pelan-pelan, ia depresi berat. Ia berhenti dari pekerjaannya di Starbuck Coffee *tugasnya hanya membersihkan meja* dan memutuskan bersembunyi di kamarnya berhari-hari, merangkai sebanyak mungkin bintang2 dari kertas perak, berusaha sejauh mungkin dari realita.

Tapi jangan sedih dulu, ini film happy ending kok. Cinta akhirnya memang selalu menang. Sang Ayah bisa bangkit kembali berjuang merebut anaknya dengan cara yang tidak terduga siapapun yang punya kecerdasan di atas rata2. Ia hanya punya keinginan sederhana. Ia hanya ingin melihat Sam setiap hari. Ia berhasil memperoleh pekerjaan di Pizza Hut sebagai penyusun bumbu2, dan punya job sampingan sebagai pengasuh anjing2. Penghasilannya jadi lumayan besar dan berhasil membeli apartemen mungil di dekat rumah orangtua angkat Sam. Alhasil setiap malam Sam selalu pindah ingin tidur dekat dengan Ayahnya. Si Ayah selalu mengembalikan Sam setelah ia berhasil tidur. Setiap malam selalu begitu, hingga si ibu angkat menyerah. Ia tak akan pernah bisa mengalahkan pengaruh Ayah Sam dari Sam, apalagi itu ayah kandungnya sendiri. Ujung2nya sangat manis. Si ibu angkat tetaplah ibu angkat. Karena Ayah Sam memang pada kenyataannya sangat membutuhkan peran seorang ibu untuk pertumbuhan Sam. Dan Sam tetap tinggal bersama Ayahnya. So sweeeet.

Satu hal lain yang tak kalah penting dari film ini adalah satu2nya alasan saya membuat notes ini. Hehehe. Ribet yak. Ada satu saat di pengadilan, si Ayah ditanya jaksa, menurutnya apa yang terbaik yang dibutuhkan orangtua untuk mengasuh anaknya? Si Ayah berusaha mengingat2 dengan segala keterbatasan IQ-nya dan pandangan matanya yang tak bisa fokus *sangat mengharukan sebenarnya* dan secara amazing ia berkata :

“Eeeee…… actually I have plenty of time to think about it, and the answers that only cross in my mind are ….eeeee……. consistency, eeeee……… patient, eee…. listening them, and one more,  eeeeee….. have an ability to pretend listening them. That is what should be done by all parents for their children ……”

Hmmmfffhh!!! Konsistensi. Kesabaran. Mau mendengarkan. Hanya itu. Three magic items yang membuat saya sadar, selama ini saya kemana ajah sih. Sejak kapan pekerjaan jadi lebih penting dari Ozza dan Naula? Sejak kapan perhatian bagi saya itu cukup dengan ada di samping mereka *meski otak saya tetap sibuk dengan hal2 lain, ugh *, mendongengkan cerita sebelum tidur, membaca buku penghubung sekolah Ozza dan mengajarkan kembali apa2 yang dipelajarinya di sekolah, memandikan atau menyuapi mereka sekali2, membawa mereka jalan2, membelikan aneka mainan juga buku, lalu menemani mereka tidur? Dan saya bahkan melakukan semuanya itu dengan disiplin keras, sering berteriak, mengancam, menjewer :(( Terutama menghadapi Ozza. Streeeeessss……

Padahal betapa sederhana itu semua. Konsistensi. Kesabaran. Mau mendengarkan. Bahkan pura-pura mendengarkan. Dan betapa ajaibnya three magic items itu bekerja, masuk meracuni relung2 seorang emak2 yang stres. Setiap mereka berulah, berulang2 saya ucapin dalam hati, konsistensi, kesabaran dan mau mendengarkan. Anehnya saya jadi tenang dan siap menghadapi mereka. Itulah pertempuran sebenarnya, kan? :))

Oya kemaren ada artikel di koran lokal. Tentang orangtua seperti apakah anda?

Pertama, tipe orangtua hard bargainer. Persis saya, tapi nggak boleh ada teriak2nya, meski gitu efeknya anak tetap terkekang, segalanya diatur, kesian bener yak :(, abis kadang kemauan anak itu aneh2 dan susah direalisasikan kayaknya, masak Ozza pengen tiap Minggu datengin tuh kuda di kebun binatang Samarinda, hanya untuk ngasih dia makan, coz dia liat tuh kuda kurus banget kayak nggak dikasih makan hahaha, itu baru satu, masih banyak lageeee, capeeee deeeh!

Kedua, tipe conflict avoider. Ortu gak pernah marahin anak, ga pernah ada disiplin, semua terserah anak, efeknya jadi anak liar. Hmm… not good.

Ketiga, tipe accomodator. Segala kebutuhan anak dipenuhi, dimanja. Definitely, saya nggak mau jadi tipe kayak gini.

Terakhir, tipe collaborator. Segala sesuatunya didiskusikan dengan anak, efeknya anak memang jadi lebih dewasa dan mandiri, tapi keputusan untuk sesuatu yg penting jadi lambat.

Hmmmffft! Nggak ada yang bagus sih tipenya, hahaha, mungkin kombinasi dari semua tipe itulah yang terbaik. Tapi saya paling setuju sama kombinasi hard bargainer-collaborator. Mestinya saya sekali2 belajar jadi Collaborator, yak, meski belum bisa sepenuhnya ninggalin kebiasaan sebagai Hard Bargainer *mikir gaya patung thinker* :p

No comments:

Post a Comment